Mengenal Budaya Bima Kalondo Lopi
Cari Berita

Iklan 970x90px

Mengenal Budaya Bima Kalondo Lopi

Rabu, 13 Januari 2021

 

Lira Asmaul Aulia Mahasiswa Universitas Muhamadiyah Mataram.


Bima,PeloporNTB.Com-Masyarakat nelayan di Bima, NTB punya ritual meluncurkan kapal menuju laut. Ritual itu disebut 

dengan Kalondo Baga atau Kalondo Lopi.


Meluncurkan perahu atau menurunkan kapal menuju ke laut hanya ada pada masyarakat yang 

memiliki sejarah budaya kemaritiman yang cukup kuat.


Kalondo Baga dan Kalondo Lopi merupakan suatu ritual tradisi yang ada pada masyarakat pesisir 

yang sebagian besar hidupnya bekerja sebagai nelayan.


Kalondo dalam bahasa lokal suku Bima, berarti menurunkan atau meluncurkan. Sementara baga 

adalah perahu berukuran kecil yang memiliki bagang pada sisi samping dan lopi adalah sebutan 

untuk kapal yang berukuran besar.

Kalau Kalondo Lopi itu adanya di Bonto dan Kolo untuk Kota Bima. Tapi yang biasa mereka buat 

di sana itu adalah baga. jadi di sebut dengan Kalondo Baga.


Kolo adalah sebuah kelurahan yang letaknya berada di daerah pesisir utara Kota Bima. Masyarakat 

di sini sebagian besar sebagai petani dan nelayan.

Kalau proses pembuatan tergantung ketersediaan biaya dan bahan. Kalau secara teknis, tukang bisa 

membuat satu bagang dalam waktu 3 atau 4 bulan saja. Itu pun tergantung seberapa banyak pekerja 

yang dipekerjakan.

Berbeda halnya dengan masyarakat di lingkar Gunung Sangiang Api di Kecamatan Wera, 

Kabupaten Bima.


Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membuat satu buah Lopi atau kapal pinisi berukuran besar. Pembuatannya pun masih menggunakan cara tradisional yang di lakukan secara turun temurun mulai dari orang-orang terdahulu yang berada di seputaran gunung sangiang.

Dalam pengerjaannya, kapal ini ditukangi oleh hampir semua masyarakat Sangiang Api. 


Seorang tukang ahli disebut Panggita. Masing-masing orang punya bagiannya tersendiri, entah dek, buritan, dan bagian yang lainnya.

Prosesi pembuatan kapal pinisi ini juga jadi semacam pengikat orang-orang di Sangiang untuk terus 

hidup dalam kebersamaan dan harmonis. Tak hanya para orang tua dan pemuda, ibu-ibu dan anak-

anak pun juga ikut serta untuk membantu dan memeriahkan proses kalondo lopi.


Setelah proses pembuatan dan perakitan kapal selesai, maka tibalah saatnya untuk acara puncak 

yang bernama Kalondo Lopi. Ritual acara ini adalah semacam pelepasan sang pinisi ( lopi ) untuk yang 

pertama kali ke lautan.

Bagi warga yang tinggal di sekitar Gunung Sangiang Api, Kalondo Lopi ini dianggap sangat sakral 

dan jadi bagian terpenting dari seluruh rangkaian kegiatan pembuatan kapal sedari awal.


Begitu kapal sudah siap dan rampung dikerjakan, pada malam harinya masyarakat Sangiang Api akan 

mengadakan doa syukuran dan dilanjutkan dengan beramah tamah sampai tengah malam. Kemudian 

selepas salat Subuh, upacara peluncuran pun siap dilakukan.

Di momen itu semua orang bekerja sama untuk mendorong dan menarik perahu ini ke dalam laut. 


Tali dan rantai penarik berderit menandakan kapal yang bergerak maju sedikit demi sedikit. Butuh waktu 

yang cukup lama hingga akhirnya kapal ini menyentuh permukaan air laut.


Begitu sukses masyarakat pun langsung bersuka cita sejadi-jadinya. Seolah usaha yang telah mereka 

lakukan terbayar dengan memuaskan dan pantas.


kegiatan kalondo lopi ini sangat sakral untuk orang-orang yang berada di seputaran gunung sangiang . Mereka 

sangat antusias untuk mengikuti dan. memeriahkan acara kalondo lopi ini.


Penulis : Lira Asmaul Aulia Mahasiswa Unmuh Muhammadiyah Mataram  Fakultas FISIPOL Program studi Administrasi Publik.