Rekonstruksi Makna Kemerdekaan Dalam Konteks Pilkada
Cari Berita

Iklan 970x90px

Rekonstruksi Makna Kemerdekaan Dalam Konteks Pilkada

Selasa, 20 Agustus 2024

 

Dosen Universitas Mbojo Bima 


Foto: Billy Pelopor NTB 

Oleh :Bang Ady Putra Sakuru, Dosen Universitas Mbojo Bima.


Bima, Peloporntb.com - Tidak terasa hari kemerdekaan bagi bangsa ini telah kita rayakan bersama. Dalam menyambut kembali hari kemerdekaan 17 Agustus 2024, umur negara ini jika di hitung mulai 17 Agustus tahun 1945, sudah mencapai 79 tahun, bukan waktu yang muda lagi, jika kita ibaratakan umur seseorang yang umumnya 60 sampai  80 tahun, itu artnya umur negara sudah cukup tua. Namun ini bukan tentang umur manusia tetapi lamanya sebuah negara lahirnya atau menyatakan dirinya untuk merdeka. Umur suatu negara tidak menjamin maju mundurnya negara tersebut, karena kenyataanya ada negara yang umurnya seribu tahun, yaitu Mesir, namun masih tergolong miskin, sedangkan ada negara yang berumur kurang dari 100 tahun cukup maju yaitu Singapura. Artinya kemajuan suatu negara tidak ditentukn oleh umur negara atau lamanya negara itu telah merdeka. Belum lagi kekkayaan suatu negara yang meilimpah, baik lautnya, buminya bahakan segala isis yag terkandung dalam wilayah tersebut cukup melimpah. Ternyata semua itu tidak menjamin negara tersebut maju atau dengan kata lain sejahtera rakyatnya.

Momen 17 Agustus ini, seyogyanya merupakan saat kita merekistruksi kembali apa sesungguhnya makna kemerdekaan yang dapat kita pahami, atau dengan kata lain menggali kembali makna kemerdekaan. Kontestasi politik atau yang lebih populer kita sebut dengan pilkada (pemilihan kepala daerah), apa sesungguhnya makna kemerdekaan yang dapat kita uraikan dalam konteks ini. Pilkada adalah hajatan rakyat, kebebasan rakyat menentukan pilihanya dalam memberikan suaranya memilih pemimpin adalah sebuah keniscayaan, apa lagi dalam negara demokrasi yang menjadi kesepakatan kita hari ini. Mungkin saja di ara kemerdekaan  yang telah kita nikmat sudah 79 tahun lamanya, itulah makna kemerdekaan yang dapat kita bangun dalam konteks ini. Mungkin disinlah sesusungguhnya makna kemerdekaan yang dapat kita rekonstruksikan di kembali di zaman ini.


Setiap jiwa yang terlahir, selalu ingin merdeka dan fitrahnya begitu adanya. Sungguh kemerdekaan itu adalah fitrah manusia. Sejalan dengan itu, apa yang tertuang dalam pembukaan UUD 45 yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, seolah ingin menegaskan bahwa negara manapun atau siapapun yang mengahalangi atau menghambat kemerdekaan suatu bangsa sama halnya melanggar hak asasi manusia itu sendiri. Dalam konteks pilkada dapat kita maknai bahwa siapapun yang menghalangi seseorang atau membujuk rayu seseorang untuk memilih seseorang barang kali sama halnya menghalangi kemerdekaan itu. 

Pernakah kita memikirkan mereka kembali jika saja dalam mengisi kemerdekaan ini, kita tidak dapat mempersembahkan yang terbaik. Jika kita seorang siswa, pelajar ataupun mahasiswa jadilah yang terbaik, guru terbaik, polisi terbaik, birokrat terbaik, politsi terbaik, bahkan jika menjadi kepala daerah jadilah terbaik, agar pahlawan yang berjuang dulu untuk kemerdekaan kita hari ini tersenyum di sana. Jangan sebaliknya membuat mereka bersedih yang menghianati kemerdekaan ini dengan sikap dan cara – cara kita. 

Kemajuan suatu negara lahir dari rakytanya yang terbaik. Hal itu telah di buktikan oleh jepang hari ini. Secara sember daya alam Jepang tidak melimpah tetapi sumber daya manusianya cukup unggul. Pekerja keras, disiplin, taat hukum dan norma dan nilai – nilai kemunusiaan secara universal, bagaimana dengan bangsa kita hari ini yang sudah merdeka. Kemerdekaan adalah sebuah nikmat yang tiada tara. Jika saja kita lihat di negeri ini yang  berbuat curang, misalkan kita sebagai polisi curang, jenderal curang, ataukah kepala daerah curang, betapa sedihnya hati pahlawan yang telah merebut kemerdekaan ini dari tangan para penjajah. Sering kita saksikan dihadapan kita banyak kecurangan di negeri yang sudah merdeka ini. Apakah kemerdekaan yang kita raih hanya di isi dengan kecurangan, pembodohan rakyat, intimidasi rakyat, bahkan tidak tanggung - tanggung terkadang  mereka menguras semua milik rakyat. Padahal kemerdakaan itu lahir atas nama rakyat. Dan hal ini dapat kita saksikan dalam teks proklamasi, atas nama bangsa indonsesi Soekarno – Hatta. Atau dengan akat lain atas nama rakyat Indonesai yang diwakili oleh Soekarno dan bung Hatta.

Hari ini kata saksikan di sekitar kita, hutan dibabat, atas nama jagung hibrida, di satu sisi harga jagung anjlok, harga pupuk mahal dan langkah, alam dikeruk atas nama kesejahteraan rakyat. Namun rakyat yang mana  yang sejahteraan, hanya segelitir orang yang menguasi negeri ini. Tak ubahnya seperti jaman Penjajahan. Pekerjaan sulit, penggguran banyak, bahkan mereka adalah sarjana, ada apa di negeri yang sudah merdeka hari ini, apakah hari ini kita merdeka ???. Mari kitajawab dalam hati kita masing – masing. Merdeka dari penjajah atau kolonialisme memang sudah kita rasakan, merdeka. Tetapi di balik itu, ekonomi kita masih terjajah, sumberdaya manusi kita di eksploitasi, mereka menjadi menyumbang devis sebagai tenaga kerja di luar negeri. Giliran pajak mereka masuk di sruput ibarat kopi nikmat oleh mereka yang tidak memiliki hati nurani kemerdekaan. Mereka ibarat penjajah yang berbulu Indonesia, baju Indonesia tetapi watak belanda. Itulah mereka hari ini yang terkdang kita saksikan disekitar kita. penjajah berbaju Indonesia. 

Mungkin saja ketika kita terlahir dari rahim seorang ibu, teriakan menangis yang pertama kali kita dengungkan itu suara teriakan kemerdekaan. Seolah bayi berkata, merdeka. Namun apapun makna yang susungguhnya di balik itu adalah ekspresi  kita hadir dan terlahir di dunia, bahwa mungkn saja itu ekpresi kemerdekaan, kebebasan dialam dunia yang luas. Setiap bangsa selalu ingin kondisi yang merdeka, bahkan suatu bangsa yang merdeka, di raih dan diperjuangkan dengan keringat, air, mata, harta, darah bahkan nyawapun melayang demi untuk meraih kemerdekaan. Jika saja kita berhitung harta, berapa banyak harta yang kita kelaurkan untuk nilai sebuah kemerdekaan. Bagi mereka yang berjuang pada zaman itu, yang penting merdeka apa lagi harta nyawapun jadi taruhanya untuk sebuah kemerdekaan. 

Sedangkan kemerdekaan identik dengan kebebasan, yang boleh jadi adalah ruh dari kemerdekaan. Kebebasan tanpa batas bukan kemerdekan, kebebasan tanpa batas adalah kebablasan. Kemerdekaan adalah kebebasan yang terhormati, harkat, martabat jiwa dan raga di akaui dalam kemerdekaan. Jika kita kaitkan dengan konteks pilkada, hemat penulis bahwa kemerdekaan dapat dimaknai dengan kebebasan kita untuk memilih, jika kita seorang pemilih untuk menentukan pilahan, tanpa intimidasi atau bujuk rayuan dari siapapun yang ingin mengarhakan kita pada satu pilihan tertentu. Kemerdekaan dalam konteks pilkada dapat dimaknai juga bahwa apapun pilihan kita lahir dari kesadaran yang tinggi akan kemerdekaan yang kita miliki. 

Jika saja saat pilkada ada sekelompok orang atau golongan terentu yang membujuk rayu kita bukan dalam konetks dan suasana kampanye, untuk memilih calon tertentu itu artinya kita belum merdeka. Justru kemerdekaan kita terbelenggu. Menentukan pilihan kepada seseorang yang tampil dalam pilkada, jika kita kaitkan dengan  kemerdekaan bahwa pilihan kita harus di dasari dari kesadaran kita  sendiri tanpa ada unsur paksaan atau intimidasi dari siapapun untuk menentukan pilihan pada calon tertentu. Oleh karena itu, kemeredekaan adalah kondisi psikis kita dengan sadar berbuat tanpa ada intimidasi dari orang lain atau pihak manapun.

Hari ini ditengah kemerdekaan yang kita nikmati, hemat penulis banyak Belanda yang berbaju pribumu, ibaranya ada orang kita bangsa sendiri tetapi berwatak penjajah. Belanda saat menjajah negeri ini sebelum indonesia merdeka, seolah menjadi manusia bermuka dua yang selalu membujuk, merayu, para raja dan bahkan setelah berjanji tidak jarang mengkhianati komitmen yang dibangun. Atas nama kekuasaan itulah kaum penjajah ada saat itu menghianati janji dan komitmen. Kita sebagai bangsa indonesia yang sudah merdeka, jangan sampai kita masih memiliki mental penjajah yang selalu menghasud, mengadu domba dan bahkan merendakan orang lain, itulah mental penjajah. Pilkada adalah momentum untuk merekonstruksi kembali makna kemerdekaan yang kita raih saat ini. Hari ini kemerdakaan dari penjajah bangsa lain telah kita lewati, tetapi jangan sampai bangsa kita sendiri menjajah kita. 

Oleh karena itu sebagai bangsa yang merdeka haruslah terdidik dengan nilai – nilai yang di bangun dari jati diri bangsa ini, agama dan kepercayaan yang kita yakini. Jangan sampai atas nama kekuasaan kita menjajah bangsa sendiri dengan cara – cara yang tidak dibenarkan, seolah melacurkan kemerdekaan yang kita perjuangkan. Pilkada adalah kemerdekaan kita yang sesusungunya kita miliki, jangan sampai ditengah pilkada kemerdekaan kita tergadaikan oleh cara – cara yang membuat kita tidak merdeka, bisa jadi itu adalah money politik, kampanya hitam, dan sebagainya. Oleh karena itu kebebasan  memilih pemimpin adalah kemeredekaan sesungghunya dalam konteks kekinian. Memilih dan dipilih adalah sebuah kemerdekaan, karena keduanya adalah hak setiap indivudu sebagai warga negara yang merdeka. Memilih pemimpin yang intelektual dan berpengalaman adalah kemerdekaan kita. Hari ini kombinasi pemimpin dan wakil pemimpin yang perlu memiliki pengalaman dan intelktualitas dan bahkan idealisme yang mumpuni di perlukan untuk mengisi kemerdekaan, agar memiliki cara pandang jauh kedepan untuk meraih kemerdekaan dalam kehidupan berkebangsaan yang lebih baik, terhormat dan bermartabat.

Memimpin daerah bukan memimpin sebuah rumah tangga, tetapi ribuan dan bahkan ratusan ribu rumah tangga yang sagat kompleks. Oleh karena itu kemerdekaan dalam pilkada adalah kemerdekaan rakyat dalam menentukan pemimpinnya dengan kesadaran kemerdekaan yang dimiliki. Intektulaitas sangat dibutuhkan dalam mengisi kemerdakaan yang kita raih, itu artinya pengalaman saja tidak cukup, senioritas juga juga belum tentu, tetapi perlu di topang oleh pendidikan yang mumpuni. Jika kita lihat negara maju, itu bukan karena daerahnya, tetapi karena pemimpinya, pemimpin yang lahir dari rakyat yang maju pula.

Daerah kita memiliki segala potensi sumber daya yang cukup melimpah, pilihlah pemimpin yang dapat mengantarkan kita keluar dari ketertindasan ekonomi, keterbelakangan moral,  dan keadaan yang tidak merdeka lainya, itulah arti kemerdekaan dalam konteks pilkada. Kemerdekaan adalah kesadaran hati untuk menentukan sikap dalam menentukan pilihan pemimpin daerah, tanpa intimidasi, bujuk rayu dari siapapun, dengan cara apapun, tetapi lahir dari kesadaran hati yang kita miliki. Semoga tulisan ini memberikan setitik pencerahan dan kemerdekaan dalam konteks pilkada. (TIM)