Keterangan Saksi Kasus Gratifikasi Tak Sesuai BAP KPK, Safran Bantah Menyerahkan Fee Proyek ke HML
Cari Berita

Iklan 970x90px

Keterangan Saksi Kasus Gratifikasi Tak Sesuai BAP KPK, Safran Bantah Menyerahkan Fee Proyek ke HML

Sabtu, 24 Februari 2024

 

Sidang lanjutan pemeriksaan Saksi Dugaan Gratifikasi


Foto : Billy Pelopor NTB 

Mataram, Peloporntb.com - Sudah lebih dari dua bulan lamanya mantan Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE hidup di balik jeruji besi (penjara). Lutfi dijadikan secara resmi sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI yang saat itu dinahkodari oleh Firli Bahuri (Ketua KPK).


Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Tipikor NTB Putu Gede Hariadi, SH, MH (Ketua Majelis Hakim) didampingi dua orang Hakim Anggota yakni DR. Djoko Supriyadi, SH, M. Hum dan Agung Prasetyo, SH, MH, Jum'at (23/2/2024).


Dalam kaitan itu, Saksi Agus dicecer dengan berbagai pertanyaan oleh pihak Majelis Hakim. Antara lain soal dugaan pengaturan pemberian di Pemerintah Kota (Pemkot) Bima. Dalam kaitan itu, di moment persidangan tersebut Agus menyebut nama H. Muhammad Qurais (HMQ) (Walikota Bima sebelum Lutfi). Di moment persidangan tersebut, diduga Agus menyebutkan bahwa sinyalemen pengaturan pembagian proyek di Pemkot Bima terjadi sejak zaman HMQ menjabat sebagai Walikota Bima.


Sementara terkait kasus yang menimpa Lutfi, dalam persidangan tersebut Agus menyebutkan bahwa nama-nama kontraktor yang mendapatkan proyek disaat Lutfi menjabat sebagai Walikota Bima diperolehnya dari Kadis PUPR setempat yakni Muhammad Amin, S.Sos alias Emo. Dan dalam kasus soal Lutfi, dijelaskan bahwa Emo juga sudah dimintai keterangan oleh pihak Majelis Hakim Tipikor NTB.


Di moment persidangan permintaan keterangan saksi beberapa waktu lalu, di hadapan Majelis Hakim Tipikor NTB terkuak bahwa nama-nama yang ditengarai tercantum dalam list pembagian proyek tersebut diduga berbentuk cetakan (ketikan) komputer, bukan dalam bentuk tulis tangan. Namun demikian, dihadapan Majelis Hakim tersebut Emo mengaku bahwa list soal nama-nama yang tercantum dalam list pembagian proyek di Kota Bima tersebut diperolehnya dari Lutfi.


Hanya saja, dalam kaitan itu Emo belum bisa membuktikan keterlibatan Lutfi. Yakni soal nota dan tandatangan Lutfi serta saksi-saksi terkait list pembagian proyek dimaksud. Tak hanya itu, pada saat pemeriksaan Emo sebagai saksi oleh Majelis Hakim Tipikor NTB tersebut juga terkuak sesuatu yang dinilai menarik.


Antara lain pihak Majelis Hakim Tipikor NTB menanyakan sejak kapan Emo diangkat dan dilantik menjadi Kadis PUPR Kota Bima. Dalam kaitan itu, Emo menjelaskan bahwa dirinya diangkat dan dilantik secara resmi menjadi Kadis PUPR Kota Bima yakni sejak zaman HMQ menjabat sebagai Walikota Bima.


Tak hanya itu, pihak Majelis Hakim Tipikor NTB pada moment tersebut menanyakan soal hubungan antara Emo dengan HMQ. Pada saat yang bersamaan, dihadapan Majelis Hakim tersebut Emo mengaku bahwa HMQ bukan saja atasanya saat itu. Tetapi juga besanya Emo. Lebih jelasnya, anak perempuanya Emo menikah dengan anak kandungnya HMQ.


Masih terkait kasusnya Lutfi, pada persidangan pemeriksan saksi atas nama Safran pun terkuak sesuatu yang dinilai sangat menarik. Yakni dugaan kontradiktifnya pengakuan Safran di hadapan Majelis Hakim Tipikor NTB dengan yang tertuang di dalam BAP dari KPK RI. Di dalam BAP tersebut, Safran mengaku menyerahkan uang fee proyek sebesar Rp100 juta. Sementara di moment persidangan tersebut, Safran membantahnya.


Lebih jelasnya, dihadapan Majelis hakim Tipikor NTB Safran menegaskan tidak pernah menyerahkan uang tersebut kepada Lutfi. Dan diduga bahwa Safran mengaku tidak tahu soal isi BAP dimaksud. Pertanyaan soal langkah selanjutnya terkait dugaan kontradiskinya isi BAP tersebut dengan pengakuan Safran di hadapan Majelis Hakim Tipikor NTB dimaksud, hingga kini belum diperoleh penjelasan.


Dalam kasus tersebut, Lutfi juga diduga KPK RI terlibat dalam kasus sewa Rumah Dinas Walikota Bima. Lebih jelasnya, dalam kaitan itu rumah pribadi dijadikan sebagai sebagai Rumah Dinas yang dibiayai menggunakan APBD 2 Kota Bima. Terkuak bahwa sewa rumah tersebut sebesar lebih dari Rp100 juta. Dan dalam kaitan itu pula, dijelaskan bahwa angka tersebut harus dipihak ketigakan (dilakukan proses lelang).


Dan soal rumah pribadi yang dijadikan sebagai Rudin dan dibiayai menggunakan APBD 2 Kota Bima, dijelaskan Muhtar Landa bukan saja berlaku pada pejabat Walikota Bima. Tetapi hal yang sama juga berlaku pada Pejabat Wakil Walikota Bima. Hal tersebut diakuinya berlaku sejak zaman Nur Latif, HMQ dan Lutfi menjabat sebagai Walikota Bima.


Terkait hal itu Sekda Kota Bima, Muhtar Landa, SH, MH juga dipanggil secara resmi untuk dimintai keteranganya oleh pihak Majelis Hakim Tipikor NTB. Pada sidang pemeriksaan saksi tersebut, belum lama ini Muhtar Landa telah memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim Tipikor NTB.


Lagi-lagi berdasarkan liputan langsung sejumlah Awak media melaporkan, pada moment persidangan pemeriksaan saksi oleh Majelis Hakim Tipikor NTB yang dipimpin oleh Putu Gede Hariadi, SH, MH (Ketua Majelis Hakim) didampingi dua orang Hakim Anggota yakni DR. Djoko Supriyadi, SH, M. Hum dan Agung Prasetyo, SH, MH juga terkuak hal yang dinilai sangat menarik. Antara lain pengakuan seorang pejabat yang juga Ketua LPBJ Kota Bima, Agussalim.


Lagi-lagi siol sewa Rudin Walikota Bima, Muhtar Landa menjelaskan bahwa soal itu berloaku sejak H. Muhammad Nur Latif (alm) menjabat sebagai Walikota Bima, HMQ menjabat sebagai Walikota Bima dan disaat Lutfi menjabat sebagai Walikota Bima.


Terkait sewa rumah tersebut, dihadapan Majelis Hakim Tipikor NTB Muhtar Landa menjelaskan bahwa keputusan soal sewa Rudin tersebut dilakukan atas dasar adanya keputusan Tim Aprisal Kota Bima. Dan dalam kaitan itu pula, Muhtar Landa menjelaskan bahwa BPK maupun BPKP NTB tidak mempermasalahkanya.


Singkatnya, persidangan terkait kaus Lutfi masih akan berlangsung. Dan persidangan tersebut dijelaskan hingga kini masih berkutat pada pemeriksaan saksi-saksi “kunci”. “Saksi-saksi kunci” yang telah dimintai keteranganya oleh pihak Majelis hakim Tipikor NTB antara lain Agusalim, Safran dan Emo.


Apa kabar kasus dugaan penyimpangan Dana Siap Pakai (DPS) pasca bencana di Kota Bima tahun 2016 (sebelum Lutfi menjabat sebagai Walikota Bima) bersumber dari BPNB RI dengan pagu sekitar Rp23 Miliar dan pekerjaan proyek pembangunan fisik diduga dominan terbengkalai dan tak tuntas?. Berdasarkan informasi yang dihimpun sejumlah Awak Media melaporkan, dalam kaitan itu diduga KPK RI juga telah menyita dokumen resmi di Kantor BPBD Kota Bima disaat Firli menjabat sebagai Ketua KPK RI. 


Penulis: Billy Pelopor NTB