Saksi Kunci Sebut Terdakwa HML Tidak Pernah Menerima Fee Proyek dari Kontraktor
Cari Berita

Iklan 970x90px

Saksi Kunci Sebut Terdakwa HML Tidak Pernah Menerima Fee Proyek dari Kontraktor

Selasa, 27 Februari 2024

 

Sidang Saksi di kasus eks Walikota Bima


Foto : Billy Pelopor NTB 


Mataram, Peloporntb.com - Proses persidangan terhadap mantan Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE (Lutfi) yang ditersangkakan secara resmi oleh KPK RI dibawah kendali Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri hingga kini masih berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram-NTB. Senin (26/2/2024) dilaksanakan persidangan pemeriksaan tderhadap sejumlah saksi.

Tiga orang saksi dari Kelompok Kerja (Pokja) di Kota Bima yakni Iskandar Zulkarnain (mantan Kabag LPBJ Kota Bima), Agus Mursalim (Kasubag pada LPBJ Kota Bima) dan Kabid Cipta Karya pada Dinas PURP Kota Bima. Dan pada hari yang bersamaan juga dilaksanakan persidangan pemeriksaan terhadap salah seorang saksi kunci yakni AL.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Tipikor, Putu Gede Hariadi, SH, MH didampingi dua orang Hakim Anggota yakni DR. Djoko Supriyadi, SH, M. Hum dan Agung Prasetyo, SH, MH. Dan persidangan yang terkesan “memanas” tersebut juga menghadirkan tiga orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK RI.

Sidang pemeriksaan terhadap keempat saksi tersebut dilakukan pada hari yang sama, namun dilaksanakan secara terpisah dengan jam (waktu) yang berbeda. Dan dalam sidang yang bersifat terbuka untuk umum tersebut, siapapun dilarang keras oleh Ketua Majelis Hakim Tipikor tersebut untuk melakukan pengambilan gambar, baik berupa foto maupun video.

Meski tiga orang saksi dari Aparat Sipil Negara (ASN) di Kota Bima tersebut dilakukan secara terpisah dan di waktu yang berbeda, namun ketiganya dihadapan Majelis Hakim dan JPU tersebut menjelaskan tidak adanya keterlibatan Lutfi dalam mengatur pemenang tender di Kota Bima selama yang bersangkutan menjabat sebagai Walikota Bima. Tak hanya itu, ketiga saksi dari ASN ini juga menjelaskan dihadapan Majelis Hakim dan JPU menjelaskan tidak adanya nota pribadi Lutfi kepada mereka yang berorientasi kepada memenangkan salah satu kontraktor di Kota Bima.

Di hadapan Majelis Hakim dan JPU tersebut pula, ketiga saksi dari ASN dimaksud menjelaskan bahwa pemenang tender di Kota Bima selama Lutfi menjabat sebagai Walikota Bima diatur oleh sistim sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Antara lain bahwa setiap pemenang tender ikut serta dalam proses dan tahapan pelelangan sebagai salah satu syarat mutlak.

Ketiga saksi dari ASN dimaksud menjelaskan bagi setiap Perusahaan pemenang dimaksud selalu diumumkan secara terbuka pada situs resmi LPBJ Kota Bima. Namun sebelum Perusahaan pemenang terder tersebut diumumkan secara terbuka melalui situs resmi LPBJ Kota Bima tersebut, terlebih dahulu Perusahaan-Perusahaan diwajibkan untuk mengikuti berbagai tahapan dan mekanisme sesuai yang berlaku. Antara lain mengajukan surat permohonan penawaran secara resmi kepada Pokja-Pokja di sejumlah Instansi terkait di Kota Bima.

Sementara di moment persidangan pemeriksaan terhadap AL sebagai salah satu saksi kunci dalam kasus Lutfi, terkuak sejumlah fakta yang dinilai sangat menarik. Pada moment yang sama, pihak Majelis Hakim dan JPU KPK RI terlihat “mencecer” dengan berbagai pertanyaan sangat serius.

Antara lain, Ketua Majelis Hakim Tipikor tersebut meminta penjelasan kepada AL terkait dugaan uang fee proyek yang diberikan secara langsung oleh AL kepada Lutfi dan Istrinya yakni Hj. Ellya Alwaini sebesar Miliaran Rupiah sebagaimana tertuang secara resmi melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di KPK RI, sebesar Miliaran Rupiah. Namun di moment persidangan tersebut, AL mengaku tidak menyerah secara langsung uang tersebut Lutfi dan Elya.

Tetapi kata AL di hadapan Majelis hakim dan JPU tersebut, uang Miliaran Rupiah tersebut diberikanya secara langsung kepada seseorang berinisial MM alias D. Oleh sebab itu, baik Majelis Hakim maupun JPU menjelaskan  bahwa isi BAP terhadap AL tersebut diduga kuat tidak sesuai dengan fakta-fakta di persidangan (isi BAP dan keterangan AL di hadapa Majelis Hakim serta JPU tersebut “berbeda”).  

Di moment persidangan itu pula, pihak Majelis dan JPU menanyakan kepada AL terkait pembelian Emas untuk Ellya oleh seorang saksi berinisial V dan hal tersebut diduga AL bersumber dari fee paket proyek disaat Lutfi menjabat sebagai Walikota Bima. Pertanyaan-pertanyaan dari Majelis dan JPU dalam kaitan itu pun erat korelasinya dengan keterangan AL pada BAP resmi dari KPK RI. Lagi-lagi, dihadapan Majelis Hakim dan JPU tersebut AL hanya mengaku sebagai supirnya V saat membeli emas di salah satu toko Emas di Kota Bima dan selanjutnya diduga diberikan kepada Ellya.

Sementara pertanyaan Majelis Hakim terkait jenis emas dan berat total nilainya tersebut, di hadapan JPU dan disaksikan oleh para pengunjung sidang saat itu AL mengaku tidak tahu. Dihadapan pihak Majelis Hakim dan JPU serta undangan yang hadir saat itu, AL mengaku tidak melihat secara langsung penyerahan emas oleh V kepada Ellya tersebut. Pun di moment persidangan itun pula, diduga kuat AL mengaku tidak pernah berdiskusi dengan V.

Lagi-lagi, Ketua Majelis Hakim Tipikor NTB tersebut menegaskan bahwa keterangan AL di BAP dimaksud diduga kuat tidak sesuai dengan keteranganya di hadapan Hakim dan JPU di moment persidangan itu. Dan dalam kaitan itu pula, keterangan “kontradiktif” AL itu justeru diduga berhasil memicu tawa pihak Majelis Hakim, JPU dan para undangan di moment persidangan itu pula.

Namun di balik itu Ketua Majelis Hakim Tipikor NTB, Putu Gede Hariadi, SH, MH spontan saja bersuara tegas. Yakni pihaknya tidak akan segan-segan “mentersangkakan” saksi-saksi jika keterangan di BAP tidak sesuai dengan fakta yang diberikanya di hadapan Majelis Hakim dan JPU di persidangan dimaksud.

“Jika keterangan saksi-saksi yang dituangkan secara resmi di dalam BAP tersebut tidak sesuai dengan fakta di persidangan, maka kami tidak segan-segan untuk mentersangkakanya (menetapkanya sebagai tersangka). Pasalnya, persidangan kasus ini memakan waktu yang sangat panjang dan menghabiskan anggaran yang tidak sedikit,” tegas Ketua Majelis Hakim tersebut di hadapan AL, JPU dan para undangan yang hadir di moment persidangan itu.

Di moment persidangan itu pula, Ketua Majelis Hakim kembali menanyakanya AL sesuai isi BAP di KPK RI terkait pembelian satu unit mobil Vios senilai Ratusan Juta Rupiah oleh Lutfi yang diduga bersumber dari fee proyek disaat yang bersangkutan menjabat sebagai Walikota Bima. Dalam kaitan itu, pihak Majelis menanyakan soal dari mana AL mengetahui mobil tersebut. Dan dari mana pula AL mengetahui bahwa mobil dimaksud diduga dibeli oleh Lutfi dari uang fee proyek disaat menjabat sebagai Walikota Bima.

Terkait pertanyaan-pertanyaan tersebut, yakni AL mengaku bahwa dirinya mengetahui mobil tersebut yang diposting melalui beranda Media Sosial (Medsos). Dan dihadapan pihak Majelis Hakim, JPU dan serta undangan yang hadir di persidangan AL mengaku bahwa mobil tersebut diduga bersumber dari fee proyek diperolehnya melalui hasil pembicaraan sejumlah kontraktor di sejumlah “Sarangge” (“Serambi”) di Kota Bima.

Tak hanya itu, Ketua Majelis Hakim kembali “mencecer” AL dengan pertanyaan serius. Yakni apakah AL bisa memastikan bahwa yang dipostingan di beranda Medsos itu adalah mobil Vios. Sebab tegas Ketua Majelis Hakim tersebut, bisa saja mobil yang diposting di Medsos itu adalah mobil merk lain tetapi modelnya menyerupai Vios. Dan pertanyaan Ketua Majelis Hakim tersebut, diduga kuat sesuai dengan keterangan AL kepada pihak KPK RI dan telah dituangkan secara resmi ke dalam BAP terkait kasus Lutfi.

Soal yang satu itu, keterangan AL melalui BAP di KPK tersebut disinyalir kuat tidak sesuai dengan yang ia sampaikan di hadapan Majelis Hakim, JPU dan para undangan yang hadir di moment persidangan tersebut. Oleh sebab itu, Ketua Majelis Hakim Tipikor tersebut kembali bersuara. Yakni pihaknya tidak segan-segan mentersangkakan saksi-saksi jika keterangan di persidangan soal kasus tersebut tidak sesuai dengan keteranganya yang tertuang secara resmi ke dalam BAP di KPK RI.

Pertanyaan Majelis Hakim maupun JPU kepada AL di moment persidangan terkait kasus tersebut, tampaknya belum berakhir sampai di situ. Tetapi AL kembali ditanya apakah mengebnal Lutfi secara dekat atau sebaliknya. Dan pertanyaan tersebut juga berpijak pada keterangan AL yang diktuangkan secara resmi ke dalam BAP oleh KPK RI.

Dalam kaitan itu, AL mengaku tidak mengenal Lutfi secara dekat. Tetapi hanya kenal biasa-biasa saja. Di hadapan Majelis Hakim dan JPU serta undangan yang hadir di moment persidangan itu pula, diduga pula AL mengaku tidak pernah bertemu secara langsung dengan Lutfi.

“Saya mengenal Lutfi secara biasa-biasa saja. Saya tidak pernah bertemu secara langsung dengan terdakwa (Lutfi) tersebut. Dan saya tidak pernah melakukan transaksi soal uang secara langsung dengan terdakwa tersebut. Tetapi saya menyerahkan uang itu secara langsung kepada MM alias D,” sahut AL di moment persidangan ke-10 tersebut.

Keterangan AL di hadapan Majelis Hakim Tipikor NTB dan JPU serta para undangan di moment persidangan tersebut juga diduga kuat tidak sesuai dengan keteranganya kepada Penyidik KPK RI yang telah duangkan secara resmi ke dalam BAP. Oleh sebab itu, Ketua Majelis Hakim tersebut menyatakan bahwa pihaknya tidak akan segan-segan mentersangkakan saksi-saksi jika kdeteranganya terkait kasus itu melenceng (tidak sesuai dengan isi BAP).

Pada persidangan itu pula, pihak Majelis Hakim dan JPU juga menghadirkan Lutfi sebagai terdakwa. Di moment persidangan itu pula, Ketua Majelis Hakim tersebut memberikan kesempatan kepada Lutfi menyampaikan bantahan-bantahanya terkait keterangan-keterangan AL. Di hadapan Majelis Hakim dan JPU tersebut pula, Lutfi menegaskan tidak pernah melakukan transaksi keuangan dengan AL. Lutfi juga menegaskan tidak mengenal AL. Dan tidak pernah pula bertemu langsung dengan AL.

“Saya tidak mengenal AL. Selama menjabat sebagai Walikota Bima, saya tidak pernah melakukan transasi keuangan dengan AL. Dan selama menjabat sebagai Walikota Bima, saya tidak pernah bertemu langsung dengan AL. Hanya itu yang bisa saya sampaikan kepada Majelis Hakim dan JPU,” sahut Lutfi dengan nada singkat.

Di moment persidangan itu pula, Abdul Hanan, SH sempat mengajukan satu pertanyaan kepada AL. Namun sebelumnya, terlebih dahulu memohon kepada pihak Majelis Hakim dan JPU. Yakni soal dugaan kaburnya AL dalam waktu yang lama beberapa tahun silam (di saat Lutfi) menjabat sebagai Walikota Bima.  

Dalam kaitan itu, Hanan menduga bahwa AL kabur dari Bima dalam waktu yang lama tersebut ditengarai dipicu oleh salah satu kasus. Namun di moment persidangan itu pula, AL mengaku enggan menjawab pertanyaan tersebut karena katanya bersifat pribadi.

“Itu masalah pribadi saya. Oleh sebab itu, pertanyaan tersebut tidak perlu saya jawab,” sahut AL hingga membuat Hanan tak melanjutkan pertanyaan.

Dalam kasus yang dugaan penyalahgunaan kewenangan dan gratifikasi yang menyeret Lutfi secagai tersangka oleh KPK tersebut, dijelaskan bahwa salah seorang saksi kunci yang juga pemilik PT Tukad Mas berinisial B telah dimintai keterangan oleh Majelis Hakim Tipikor NTB dan JPU. Persidangan terkait hal itu, dijelaskan dilakukan beberapa waktu lalu.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Media Online www.visionerbima.com, dalam isi BAP kepada Penyidik KPK RI menduga bahwa B mentrasfer uang senilia Miliaran Rupiah kepada Lutfi. Namun menurut fakta yang muncul di persidangan, uang Miliaran Rupiah tersebut ditransfer oleh B kepada rekening warga asal Palembang-Sumatera Selatan (Sumsel), bukan melalui rekening atas nama terdakwa tersebut (Lutfi).

Terkait hal itu pula, pihak penerima uang yang ditransfer oleh B tersebut juga sudah dimintai pen jelasanya. Dan dijelaskan pula, penerima uang transfer dari B tersebut mengaku tidak mengenal terdakwa dimaksud. Dalam kaitan itu pula,dijelaskan pula bahwa B telah dilaporkan secara resmi kepada pihak Polda NTB. Namun soal perkembangan penanganan kasus itu, hingga kini belum diperoleh penjelasan dari pihak Polda NTB. 

Penulis: Billy Pelopor NTB