Bang Zul Itu Resonansi Kepemimpinan Nasional
Cari Berita

Iklan 970x90px

Bang Zul Itu Resonansi Kepemimpinan Nasional

Minggu, 21 Februari 2021

 

Gubernur NTB. DR.Zulkieflimansyah


Mataram,PeloporNTB.Com--Saya banyak kenal Bang Zul dari perangkat sistem pemerintahan. Selama menjadi Gubernur NTB. Saat legislatif, belum sepenuhnya kenal. Tetapi, kehebatan dari perspektif "petarung". Bang Zul mengalir spirit Panglima Jenderal Sudirman.


Ketika Jenderal Sudirman memutuskan perang gerilya melawan Belanda yang mengabaikan saran Bung Karno masa itu untuk tidak bergerilya. Namun, perang gerilya sebuah keputusan berat atas dasar spirit merebut kemerdekaan kembali dari penjajah. Itu alasan penting Jenderal Sudirman.


Setelah perundingan antara Indonesia dengan Belanda untuk Gencatan Senjata. Jenderal Sudirman, termasuk mengecam sikap pemerintah Indonesia. Tetapi, Jenderal Sudirman seorang kesatria dan anomali dengan menyerahkan kembali tongkat kekuatan leadership tentara Indonesia pada Bung Karno yang bertujuan Indonesia kembali berdaulat dan merdeka tanpa gangguan.


Begitu juga, seorang Zulkieflimansyah Gubernur NTB, panggilan akrab Bang Zul ini sebagai manusia anomali dan penuh cita-cita transformatif. Visi besar pemerintah Provinsi NTB dibawah kepemimpinanya; "Industrialisasi Menuju NTB Gemilang."


Sebagian besar masyarakat NTB, pahami visi industrialisasi sangat mustahil. Padahal sejatinya, industrialisasi pada dua aspek besar, yakni: sistem dan sumberdaya. Keduanya saling berkelindan satu sama lainnya.


Beberapa waktu lalu, DPRD NTB menggelindingkan isu gagalnya Industrialisasi, menerpa pemerintah Provinsi NTB yang muaranya pada mosi tidak percaya dan mengajukan hak angket atas anggapan gagalnya visi roda pemerintahan. Tetapi, tidak diteruskan, karena tidak quorum berpendapat. Tentu, prestasi Bang Zul sudah terlihat dalam kesiapan sumberdaya pembangunan NTB.


Pada umumnya, masyarakat masih bersikap skeptis dengan dasar penilaian pada fisik pembangunan. Dikira industrialisasi itu jargon semata. Menghadirkan mesin - mesin besar dan kapasitas pembangunan yang luas dan besar. Padahal, industrialisasi itu dibangun pada mainseat sumberdaya manusia dan penataan sistem. Kalau kedua pendekatan ini terbangun dan terintegrasi, maka pembangunan fisik bukanlah hal yang sulit. Sungguh sangat mudah.


Bagi Bang Zul, pandangan kritik sangat terbuka. Semua elemen politik dan masyarakat wajib mengkritisi pemerintahannya. Karena kritik itu sebagian besar adalah nasehat. Kritik merupakan nutrisi paling melesatkan dalam menjalankan pemerintahan sebagai pelayan masyarakat.


Dalam perjalanan dua tahun ini, Bang Zul sangat tenang. Bersikap terbuka lebar. Memberi senyuman manis pada rakyat. Melihat apa yang sesungguhnya terjadi ditengah kehidupan masyarakat. Banyak orang anggap, Bang Zul mainstream sederhana. Tak ditemukan pada kepala daerah lain di Indonesia.


Dari kesederhanaan itu, muncul anomali atas pandangan publik. Karena dalam berbagai silaturahmi, baik masyarakat biasa, Tuan Guru, Gubernur DKI Jakarta, para Kiyai, bahkan investor dunia. Bang Zul belum tanpak berubah memakai sepatu bagus dan mahal. Masih memakai sandal andalan; "Sandal Buatan Alfamart dan Indomaret."


Melihat Bang Zul, seperti mengamati originalitas alam yang tak terjamak. Indikatornya; saat menempuh perjalanan menuju Desa Baturotok Sumbawa, ketika terjadi kebakaran satu dusun. Tampak mobil harus di derek. Bang Zul jalan kaki menyusuri jalan berlumpur. Menikmati hujan deras. Bahkan, rela jaket hijau andalan diberikan pada pemilik rumah yang dilihat merasa kedinginan, saat beristirahat. Tampilannya pun tak berbaju. Hanya sarung merah maron yang dipakai.


Artinya, makrifatul ilmi (makna keilmuan) membaca alam semesta. Memahami dan belajar tentang pentingnya nurani kemanusiaan dalam level leadership. Ternyata, fakta menjawab bahwa mengurus rakyat itu tak perlu bersepatu lancip dan berpakaian resmi.


Memahami dan belajar kondisi masyarakat, membuat Bang Zul disetiap agenda menjumpai masyarakat selalu tidur malam di Musollah, Masjid, dan Brugak. Paling eksotis, saat Bang Zul mengajak "Ngerumpi seputar masalah diatas Brugak pekarangan rumah pada malam hari, bersama santri, tuan guru dan siswa siswi sebuah pesantren." Inilah yang disebut; "Cinematologi Politik." Aksi-aksi panggung belakang wajah politik Bang Zul mampu meraih simpati besar masyarakat.


Mengamati gerak langkah Bang Zul, mungkin saja tidur malam hari hanya dua jam. Karena setiap agenda dari pagi hingga malam hari sangat fulltime. Kadang selesai pada pukul 00:00 tepat. Menjelang waktu subuh, sudah berangkat, menuju masjid pendopo maupun masjid masyarakat di desa-desa atau kelurahan terdekat.


Banyak masyarakat bertanya dengan waktu tidur atau jam istirahat Bang Zul, karena kegiatan yang banyak hingga larut malam. Bahkan pagi hari setelah sholat subuh sudah update postingan Facebook sedang bersama masyarakat dengan isinya; "dialog ringan dan renyah."


Bang Zul itu manusia anomali, banyak nabrak standar operasional protokoler. Berbagai komunikasi dibuat mudah sehingga siapa saja orang bisa ketemu. Tanpa pandang jabatan dan strata sosial. Atribut dinas dan non kedinasan, hampir tak bisa dibedakan. Kadang pakai kedinasan saat menerima upacara bendera. Selebihnya, pakai atribut biasa, khas kopiah hitam. Santri tulen.


Begitu juga, saat menerima banyak menteri negara kabinet Indonesia maju yang datang ke Lombok dan Sumbawa. Penampilan eksotik dan mainstream. Bayangkan menerima wapres pakai sandal saat jalan - jalan melihat progress mandalika. Pakai baju putih lengan pendek menerima Menparekraf sambil menyusuri progress pembangunan sirkuit MotorGP.


Beberapa kali setiap Jum'at mengelar dialog dipagi hari bertempat di Pendopo Gubernur. Itu artinya, Bang Zul seorang yang terbuka, luwes dan prinsip dialog diterapkan. Pola komunikasi tidak Monoton.


Kecepatan Bang Zul melampui cara - cara kerja birokrasi. Lewat keaktifan akun facebooknya membuat banyak rakyat mengeluhkan berbagai masalah: mulai dari biaya rumah sakit, pelayanan penyakit kategori berat. Komunikasi bersama PKH Dinas Sosial Kabupaten/Kota yang mendapat telpon langsung dari Gubernur. Tentu, membuat kinerja birokrasi menambah speed kecepatannya sehingga dalam hitungan 2 jam, ambulance bergerak menjemput rakyat yang sakit. Hebat Bang Zul.


Bang Zul mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan baik. Hal itu ditunjukkan dengan kemampuan meyakinkan banyak orang, mulai dari investor, rakyat kecil, lawan politik, hingga diplomasi olitik tingkat tinggi. Saat bersitegang dengan berbagai kritikus dan lawan politiknya.


Banyak banyak perubahan yang terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari dulu Bang Zul sudah cerdas seperti sekarang ini, dan saya melihat berbagai karya yang dilakukan saat ini.


Indonesia butuh figur seorang pemimpin hebat seperti Bang Zul. Begitu kalimat yang sering didengar ketika berbincang tentang kebutuhan mendesak negara ini. Karena Bang Zul sendiri, bisa diukur kemampuan mobilisasi sumberdaya: dari selfish ke service, dari rigid ke gesit, dari material center menuju people center, dari ego-system menjadi eco-system, dan dari orientasi jangka pendek menjadi orientasi jangka panjang.


Sangat banyak panduan membaca lebih lanjut tentang Bang Zul yang bisa menyeimbangkan pikiran dan perasaan ditengah krisis kepemimpinan nasional.


Tampilnya fashion Bang Zul kepermukaan, sangat diharapkan menjadi cermin bagi siapa pun yang punya perhatian untuk terlibat dalam menciptakan resonansi kepemimpiann di negeri ini, sebab yang diperlukan ialah transformasi. Negeri ini memerlukan transformasi untuk mengatasi ketertinggalan demi meraih masa depan yang lebih baik. Kata kuncinya ialah transformasi.


Menurut Bang Zul, memimpin itu intinya melayani. Ibarat sopir bus umum yang melayani semua penumpang untuk mencapai tujuan. Sopir bus umum yang baik ialah sopir yang memahami rute dan rambu lalu lintas di sepanjang jalan. Begitulah hakikat memimpin.


Pada akhirnya mungkin akan membawa pada satu kesimpulan bahwa benar ada pemimpin yang melakukan sesuatu, bukan sekadar jargon dan bukan sekadar deklarasi verbal, melainkan suatu aksi yang aktual. Itulah Bang Zul sangat anomali.


Penulis: Rusdianto Samawa, Pendiri Teluk Saleh Institute