Festival Rimpu dan Sambolo, Sebagai Sarana Pelestarian Budaya Mbojo Harus Diapresiasi
Cari Berita

Iklan 970x90px

Festival Rimpu dan Sambolo, Sebagai Sarana Pelestarian Budaya Mbojo Harus Diapresiasi

Sabtu, 27 Agustus 2022

 

Walikota Bima Bersama Ketua Dekranasda Kota Bima

Foto : Pimpred Billy Pelopor NTB 

Kota Bima, PeloporNTB.Com - Ada suasana yang tidak biasanya pagi ini di Kota Bima. Sebuah pancaran kebahagiaan dan keceriaan massal yang bersinar di sepanjang jalan Soekarno Hatta dan Ir. Soetami. Puluhan ribu orang bergerak perlahan dengan yel-yel penuh semangat, menggempur Balai Kota. Iya, kami sedang berunjuk rasa! Tanpa orasi, nihil caci maki, kami sedang mendemonstrasikan mahakarya kebudayaan Bima, yakni Rimpu dan Sambolo.


Belum lama kita direcoki oleh booming Citayam Fashion Week, event nir-etika yang menampilkan anak-anak jalanan CSBD, dengan penampilan yang katanya fashionable. Di sini, di Kota Bima, kita perlihatkan bagaimana semestinya event-event fashion itu menjadi pesta tumpahnya kegembiraan masyarakat. Bukan pesta biasa! Karena ada legacy kebudayaan yang melekat di dalamnya, setiap kaum perempuan diwajibkan untuk mengenakan "Rimpu", dan kaum pria bermahkotakan "Sambolo".


"Ada puluhan ribu "tembe nggoli" yang akhirnya keluar dari dalam lemari, juga mungkin ada ribuan sarung yang terbeli seminggu terakhir ini. Dari sini, betapa moral para penenun tradisional kita terangkat karena keuletan dan kesabaran mereka selalu dihargai" Tutur Dzul Amirul haq (gus irul).


Fenomena ini tidak serta merta terjadi tanpa cetusan ide dari Hj. Ellya M. Lutfi, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Bima dan pemerintah daerah kota Bima. Beliau berhasil berkolaborasi dengan Dinas Pariwisata lalu mengajak serta kepala-kepala kelurahan, masyarakat pun antusias, berjubel memadati jalan. Pagi tadi, Kota Bima adalah Kota yang paling berbahagia, karena masyarakatnya larut dalam sukacita pawai moral kebudayaan tahun 2022.


Lebih Lanjut Gus Irul menjelaskan, Festival Rimpu dan Sambolo ini adalah sebuah kerja kebudayaan yang harus diapresiasi sekaligus dilestarikan. Sebab simbol-simbol peradaban Bima tidak boleh tergerus oleh gempuran fashion dan mode yang melalaikan generasi muda kita dari akar kebudayaan mereka sendiri. Pesan-pesan moral dari pawai rimpu ini harus kita suarakan secara berrantai, agar setiap elemen masyarakat menjadikan adat dan budaya sebagai alas kepribadian mereka. Dan tugas para budayawan untuk mengelaborasikan makna dan nilai-nilai kegiatan ini agar selalu dikenang, dan dicatat agar bisa menjadi event tahunan.


Festival Rimpu ini sekaligus menjawab nyinyiran dan pertanyaan, apa yang dilakukan oleh Dekranasda? Iya. Umi Ellya tidak menggelar acara seremonial yang hanya melibatkan orang-orang terbatas, hura-hura tanpa makna, atau parade-parade yang gersang akan nilai. Melainkan sebuah kerja kebudayaan yang melibatkan masyarakat luas di semua lapisan, yang memecut hati kita untuk terpanggil dan bangga atas keunggulan kerajinan daerah kita sendiri.


"Saya mulai kehabisan bahan untuk berkomentar. Luar biasa, angkat topi untuk keberanian dan keseriusan Umi Elly menggagas event ini. Salut!" Tutupnya. (BL-01)